Fikih Pakaian Muslim dan Muslimah
Pakaian
yang dikenakan oleh seorang hamba memiliki nilai ibadah di sisi Allah Ta’ala. Dia
dan Rasul-Nya telah menetapkan kaidah umum dalam berpakaian, yang intinya
adalah menutup aurat seorang hamba. Melalui cara berpakaian, sesungguhnya Allah
berkehendak memuliakan manusia sebagai makhluk yang mulia dan sebagai identitas keislaman seseorang.
Allah
Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 26:
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا
عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ
خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
“Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya telah Kami turunkan
kepada kalian pakaian untuk
menutup
aurat kalian dan perhiasan bagi kalian. Tetapi
pakaian
takwa, itulah yang lebih
baik. Demikianlah
sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah.
Mudah-mudahan mereka
ingat.”
Fungsi utama pakaian adalah untuk menutupi aurat, yaitu
bagian tubuh yang tidak boleh
dilihat oleh orang lain
kecuali yang dihalalkan dalam agama. Dan dianjurkan untuk berpakaian
terbaik yang dimilikinya dengan tidak berlebihan.
Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ « لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ
الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلاَ يُفْضِى الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ
فِى ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَ تُفْضِى الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِى الثَّوْبِ
الْوَاحِدِ »
Dari Abu Sa’id al-Khudri
radhiallahu anhu bahwa Rasulallah
shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Seorang
laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan begitu juga seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan
lain, dan tidak boleh seorang laki-laki bercampur dengan laki-laki lain dalam
satu pakaian, dan begitu juga perempuan dengan perempuan lain bercampur dalam
satu pakaian.” (HR. Muslim)
Allah
Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 31:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ
كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ
الْمُسْرِفِينَ
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaian kalian yang indah pada setiap kalian ke masjid (Tempat ibadah) dan makanlah serta minumlah oleh kalian dan jangan pula kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak suka akan orang-orang
yang berlebih-lebihan.”
KAIDAH UMUM PAKAIAN MUSLIM DAN MUSLIMAH
Standar berpakaian itu ialah takwa yaitu pemenuhan ketentuan-ketentuan
agama. Berbusana muslim dan muslimah merupakan pengamalan akhlak terhadap diri
sendiri, menghargai dan menghormati harkat dan martabat dirinya sendiri sebagai
makhluk yang mulia. Berikut adalah kaidah umum tentang cara berpakaian yang
sesuai dengan ajaran Islam yang mulia:
1. Pakaian harus menutup aurat,
longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada
dibaliknya.
Allah
Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 26:
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا
عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ
“Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutup aurat.”
2. Pakaian laki-laki tidak
boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya.
Imam
al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ
مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
Dari
Ibnu Abbas radhiallahu
anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita
yang menyerupai kaum pria.” (HR. al-Bukhari)
3. Pakaian tidak merupakan
pakaian syuhroh (untuk ketenaran).
Imam
Ibnu Majah meriwayatkan dalam kitab sunannya:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « مَنْ لَبِسَ
ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ »
Dari
Ibnu Umar radhiallahu anhu ia berkata bahwa Rasulallah shallallahu alaihi
wasallam telah bersabda, "Barangsiapa mengenakan pakaian ketenaran di
dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian kehinaan di hari
Kiamat." (HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Nasa’I dan Ibnu Majah)
Ibn al-Atsir rahimahullah
menerangkan, pakaian syuhroh (ketenaran) adalah pakaian yang menjadi terkenal
di masyarakat karena warnanya berbeda dengan warna pakaian mereka, sehingga
pandangan manusia tertuju kepadanya dan dia bergaya dengan kebanggan dan
kesombongan.
Dalam tahqiq
sunan Ibnu Majah, Muhammad Fu’ad Abdul Baaqi menjelaskan:
(
ثوب شهرة ) أي ثوب يقصد به الاشتهار بين الناس. سواء كان الثوب نفيسا يلبسه تفاخرا
بالدنيا وزينتها أو خسيسا يلبسه إظهارا للزهد والرياء. ( ثوب مذلة ) من إضافة
السبب إلى المسبب. أو بيانية تشبيها للمذلة بالثوب في الاشتمال
(Pakaian
ketenaran)
yaitu pakaian yang dimaksudkan untuk tenar di mata manusia, baik pakaian itu
adalah pakaian mahal yang dikenakannya karena kebanggaan terhadap dunia serta
perhiasannya atau pakaian rendah yang mengenakannya untuk menampakan zuhud dan
riya. (Pakaian kehinaan) yaitu penisbatan sebab dengan yang menjadikan
sebab atau penjelasan akan kehinaan dalam pakaian dengan mengenakannya.
As-Sarkhasi rohimahulloh mengatakan,
“Maksud hadis, seseorang tidak boleh memakai pakaian yang sangat bagus dan
indah, sampai mengundang perhatian banyak orang. Atau memakai pakaian yang
sangat jelek –lusuh-, sampai mengundang perhatian banyak orang. Yang pertama,
sebabnya karena berlebihan sementara yang kedua karena menunjukkan sikap
terlalu pelit. Yang terbaik adalah pertengahan.” (al-Mabsuth,
30:268)
4. Tidak menyerupai pakaian khas orang-orang non
muslim.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ: رَأَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَىَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ « إِنَّ هَذِهِ
مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلاَ تَلْبَسْهَا »
Dari Abdullah bin Amr berkata: Rasulallah shallallahu
alaihi wasallam meihatku mengenakan dua kain berwarna merah (karena dicelup
dengan tanaman usfur) lalu beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda,’Sesungguhnya
itu adalah pakaian orang-orang kafir maka janganlah engkau kenakan.” (HR. Muslim)
5. Jangan memakai pakaian
bergambar makhluk yang bernyawa.
Imam Muslim meriwayatkan:
عَنْ أَبِى
طَلْحَةَ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ « لاَ تَدْخُلُ الْمَلاَئِكَةُ
بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلاَ صُورَةٌ ».
Dari Abu Thalhah, dari Nabi shallallahu
alaihi wasallam
bahwa beliau bersabda, “Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang terdapat
anjing dan gambar.” (HR.
Muslim)
Aisyah
radhiallahu
anha berkata, “Rasulallah shallallahu alaihi wasallam datang dari bepergian,
sedangkan aku telah menutupi sebuah rak-ku dengan tirai yang ada
gambar-gambarnya. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah
melihatnya, beliau menariknya dan bersabda. "Manusia yang paling berat
siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menandingi dengan ciptaan Allah".
Aisyah mengatakan: "Lalu kami jadikan tirai itu sebuah bantal atau dua
buah bantal". (HR. Bukhari)
Kaidah dan
syarat-syarat pakaian muslim di atas juga berlaku bagi pakaian muslimah. Hanya saja, ada syarat khusus
yang harus dipenuhi khusus bagi muslimah, diantaranya adalah:
- Menutup seluruh tubuh wanita termasuk wajah dan kedua telapak tangan menurut pendapat yang tepat akan wajibnya cadar
- Berbahan lebar dan tidak sempit karena bahan yang sempit dapat membentuk tubuh wanita dan ini bertentangan dengan tujuan dari hijab dan tujuan ini tidaklah bisa direalisasikan kecuali dengan baju yang berbahan lebar
- Berbahan tebal dan tidak tipis yang dapat menjadikan apa yang ada dibalik pakaian itu terlihat (transparan)
- Tidak terdapat berbagai hiasan di pakaian tersebut. Dilarang bagi seorang wanita untuk mengenakan pakaian bermotif atau terdapat hiasan-hiasan karena termasuk tabaruj.
Adapun seorang wanita yang mengenakan celana
panjang longgar dan tidak transparan, maka apabila dia juga mengenakan pakaian
panjang yang juga longgar dan tidak transparan hingga menutupi bagian tubuhnya
dari atas hingga bawah atau lututnya sehingga tetap menutupi aurat seluruh
tubuhnya kecuali kedua telapak tangan dan wajahnya maka tidaklah dilarang.
HUKUM ISBAL
Isbal secara bahasa adalah masdar dari “asbala” yang
bermakna menurunkan, melabuhkan atau memanjangkan. Sedangkan menurut istilah,
sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ibnu al-Aroby rahimahullah dan
selainnya adalah, “memanjangkan, melabuhkan dan menjulurkan pakaian hingga
menutupi mata kaki dan menyentuh tanah, baik karena sombong ataupun tidak.”
Dalam
Islam, isbal dilarang baik karena sombong maupun tidak. Larangan isbal bagi
laki-laki telah dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulallah shollAllahu alaihi
wa sallam yang sangat banyak. Larangan untuk melakukan Isbal adalah
larangan yang bersifat umum,apakah karena sombong atau tidak. Itu sama saja
dengan keumuman nash. Tapi, bila dilakukan karena sombong maka hal itu lebih
keras lagi kadar keharamannya dan lebih besar dosanya.
DALIL-DALIL
LARANGAN ISBAL
Berikut
dalil-dalil yang menjelaskan larangan isbal. Semoga menjadi hidayah bagi
orang-orang yang mencari kebenaran.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَا أَسْفَلَ
مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّار
Dari Abu Huroiroh radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu
alaihi wasallam bersabda: “Sesuatu yang berada di bawah mata kaki dari pakaian
(sarung) adalah di dalam Neraka” (HR. al-Bukhori)
Hadits
ini menunjukkan larangan isbal. Maka tidak diperkenankan celana, sarung pakaian
atau sejenisnya terlalu panjang hingga menutup mata kaki. Nash ini menunjukan
larangan secara umu, baik pelakunya sombong ataupun tidak. Adapun jika
pelakunya melakukan isbal karena sombong maka larangannya lebih berat lagi dan
termasuk dosa besar.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : لاَيَنْظُرُ اللَّهُ
إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ.
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma bahwasanya Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Allah
tidak akan melihat (pada hari kiamat) orang yang melabuhkan
pakaiannya karena sombong.” (HR. Bukhari dan Muslim)
عَنْ أَبِى ذَرٍّ عَنِ النَّبِىِّ -صلى
الله عليه وسلم- قَالَ « ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ » قَالَ
فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثَلاَثَ مِرَارٍ. قَالَ أَبُو
ذَرٍّ خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الْمُسْبِلُ
وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ ».
Dari Abu Dzar bahwasanya
Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak
bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih. Rasulullah
menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak tiga kali, Abu Dzar
berkata, “Merugilah mereka! Siapakah mereka wahai Rasulallah?” Rasulallah
menjawab: “Orang yang suka memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit
pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim, Abu
Dawud, an-Nasa'i, dan ad-Darimi 2608)
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ
خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو بَكْرٍ
يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ إِزَارِي يَسْتَرْخِي إِلاَّ أَنْ
أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لَسْتَ مِمَّنْ
يَصْنَعُهُ خُيَلاَء.
Dari Abdulloh bin Umar radhallahu anhuma, dari Rasulallah shallallahu
alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menjulurkan pakaiannya dengan sombong maka Allah tidak akan melihatnya
pada hari kiamat nanti.” Abu Bakar berkata: Wahai Rasulallah, sesungguhnya
aku salah seorang yang celaka, kainku turun, sehingga aku selalu memeganginya.”
Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya
kamu bukan termasuk orang yang melakukannya karena kesombongan.” (HR. al-Bukhori)
Banyak
ulama yang menjelaskan bahwa isbal itu haram secara mutlak, baik karena sombong
maupun tidak sombong.
Al-Hafidz
Ibnu Hajar rohimahulloh mengatakan, “Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa isbal
(menyeret) sarung karena sombong termasuk dosa besar. Adapun isbal yang bukan
karena sombong, maka dhohir-nya banyak hadits juga mengharamkannya.” (Fath al-Bari,13/266)
Beliau
juga mengatakan, “Kesimpulannya,
Isbal melazimkan menyeret pakaian, dan menyeret pakaian melazimkan kesombongan,
meski pelakunya tidak bermaksud sombong. Kesimpulan ini juga dikuatkan oleh
hadits: ‘Janganlah meng-isbal-kan sarungmu! Karena meng-isbal-kan sarung
termasuk perbuatan sombong.” (Fath al-Bari, 13/267)
Syaikh
Bakr Abu Zaid rohimahulloh berkata, "Dan Hadist-hadist tentang
pelarangan isbal mencapai derajat Mutawatir Makna, tercatum dalam kitab-kitab
shohih, Sunan-sunan ataupun Musnad-musnad, diriwayatkan banyak sekali oleh
sekelompok sahabat.” Beliau lantas menyebutkan nama-nama sahabat tersebut
hingga 21 (dua puluh satu) orang. Lanjutya, "Seluruh hadist tersebut menunjukkan
larangan yang sangat tegas, larangan pengharaman, karena didalamnya terdapat
ancaman yang sangat keras. Dan telah diketahui bersama bahwa sesuatu yang
terdapat ancaman atau kemurkaan maka diharamkan, termasuk dosa besar, tidak
bisa dihapus dan diangkat hukumnya termasuk hukum-hukum syar’I yang kekal
pengharamanya". (Hadd Tsaub Wal Uzroh Wa Tahrim Isbal Wa Libas Syuhroh
Hlm.19).
PENGAMALAN
NABI DAN SAHABATNYA
Rasulallah
shallallahu alaihi wasallam dan sahabatnya adalah
tauladan dalam memahami dan mengamalkan Islam. Berikut adalah beberapa riwayat
tengtang pakaian mereka yang tidak isbal dan ini juga termasuk dalil akan
wajibnya untuk tidak isbal.
Dari
Utsman bin ‘Affaan rodhiAllahu anhu
berkata, “Kain Nabi shallallahu alaihi wasalla sampai
ke tengah betisnya.” (HR. Muslim)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « إِزْرَةُ الْمُؤْمِنِ إِلَى عَضَلَةِ سَاقَيْهِ،
ثُمَّ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ، ثُمَّ إِلَى كَعْبَيْهِ، فَمَا كَانَ أَسْفَلَ مِنْ
ذَلِكَ فِي النَّارِ »
Dari
Abu Hurairah, dia berkata: Rasulallah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Kain seorang mukmin adalah sampai otot kedua betisnya, kemudian sampai
pertengahan betisnya dan kemudian sampai kedua mata kakinya. Dan kain yang
menjulur melebihi (mata kaki) adalah di Neraka.” (HR. Ahmad)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:« إِزْرَةُ الْمُؤْمِنِ إِلَى أَنْصَافِ السَّاقَيْنِ، لَا جُنَاحَ -أَوْ لَا
حَرَجَ- عَلَيْهِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ »
Dari
Abu Sa’id berkata: Saya telah mendengar Rasulallah shallallahu alaihi wasalla bersabda,
“Kainnya seorang mu’min adalah sampai kedua betisnya, tidak mengapa antara
betis dengan dua mata kaki.” (HR. Ahmad dengan sanad shahih)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: مَرَرْتُ عَلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِى إِزَارِى اسْتِرْخَاءٌ
فَقَالَ « يَا عَبْدَ اللَّهِ ارْفَعْ إِزَارَكَ ». فَرَفَعْتُهُ ثُمَّ قَالَ «
زِدْ ». فَزِدْتُ فَمَا زِلْتُ أَتَحَرَّاهَا بَعْدُ. فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ
إِلَى أَيْنَ فَقَالَ أَنْصَافِ السَّاقَيْنِ.
Dari
Ibn Umar radhiallahu anhu berkata: Saya lewat di hadapan Rasulullah sedangkan
sarungku terurai, kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menegurku
seraya berkata, “Wahai Abdullah, tinggikan sarungmu!” Aku pun meninggikannya.
Beliau bersabda lagi, “Tinggikan lagi!” Aku pun meninggikannya lagi, maka
semenjak itu aku senantiasa menjaga sarungku pada batas itu. Ada beberapa orang
bertanya, “Seberapa tingginya?” “Sampai setengah betis.” (HR. Muslim dan
Ahmad)
Demikianlah
dalil larangan isbal serta pengamalan ummat terbaik dalam mematuhi untuk
menjauhi larangan isbal ini. Semoga kita mendapatkan petunjuk dari Allah
Ta’ala.
HUKUM WARNA-WARNA PAKAIAN
Hukum asal akan warna
pakaian itu boleh-boleh saja selama tidak ada dalil yang mengharamkannya baik
secara umum maunpun secara khusus. Namun, memang ada warna yang dilarang, di
antaranya merah polos.
Dan dibolehkan bagi seorang
muslim laki-laki
menggunakan pakaian berwarna merah asalkan tidak polos (tidak seluruhnya
berwarna merah). Namun jika pakaian tersebut seluruhnya merah, maka inilah yang
terlarang. Inilah pendapat yang lebih hati-hati dan lebih selamat dari khilaf
(perselisihan) ulama.
Berkaitan dengan
larangan pakaian merah polos dan boleh jika tidak polos, maka berikut dalil
yang menerangkan tentangnya.
عَنِ ابْنِ عَازِبٍ قَالَ: نَهَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمَيَاثِرِ الْحُمْرِ
وَالْقَسِّيِّ.
Dari Al Baro’ bin ‘Azib radhiallahu
anhu, ia berkata, “Nabi
shallallahu alaihi wa sallam melarang kami mengenakan ranjang (yang lembut)
yang berwarna merah dan qasiy (pakaian yang bercorak sutera).” (HR.
Bukhori)
Dari
Ibnu Abbas radhiallahu
anhuma, ia berkata:
نُهِيتُ عَنْ الثَّوْبِ
الْأَحْمَرِ وَخَاتَمِ الذَّهَبِ وَأَنْ أَقْرَأَ وَأَنَا رَاكِعٌ
“Aku
dilarang untuk memakai kain yang berwarna merah, memakai cincin emas dan
membaca Al-Qur'an saat rukuk.” (HR. An-Nasai)
Al-Barro
ibn‘Azib radhiallahu anhu ia berkata:
كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله
عليه وسلم - مَرْبُوعًا ، وَقَدْ رَأَيْتُهُ فِى حُلَّةٍ حَمْرَاءَ مَا رَأَيْتُ
شَيْئًا أَحْسَنَ مِنْهُ
“Rasulallah
shallallahu alaihi wa sallam adalah seorang laki-laki yang berperawakan sedang
(tidak tinggi dan tidak pendek), saya melihat beliau mengenakan pakaian
(hullah) merah, dan saya tidak pernah melihat orang yang lebih bagus dari
beliau” (HR. al-Bukhari)
Imam
Ibn al-Qoyyim rahimahullah berkata, “Yang dimaksud “hullah”
berwarna merah adalah burdah (pakaian bergaris) dari Yaman dan burdah di sini
bukanlah pakaian yang dicelup sehingga berwarna merah polos (merah
keseluruhan).” (Fathul Bari, 16/415.)
عَنْ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ
الْعَاصِ أَخْبَرَهُ قَالَ رَأَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَىَّ
ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ « إِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلاَ
تَلْبَسْهَا ».
Dari Abdullah ibn Amu
bin al-Ash, dia berkata; Rasulallah
shallallahu alaihi wa sallam pernah
melihat aku memakai dua potong pakaian yang dicelup ‘ushfur,
lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya ini adalah pakaian
orang-orang kafir, maka janganlah kamu memakainya.” (HR.
Muslim)
عَنْ عَلِىِّ
بْنِ أَبِى طَالِبٍ قَالَ نَهَانِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ
التَّخَتُّمِ بِالذَّهَبِ وَعَنْ لِبَاسِ الْقَسِّىِّ وَعَنِ الْقِرَاءَةِ فِى
الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ وَعَنْ لِبَاسِ الْمُعَصْفَرِ.
Ali ibn Abi Thalib
berkata, "Rasulallah shallallahu alaihi
wa sallam telah melarang berpakaian yang dibordir (disulam) dengan sutera,
memakai pakaian yang dicelup ‘ushfur, memakai cincin emas, dan membaca Al
Qur'an saat ruku’." (HR. Muslim)
Ushfur adalah sejenis tumbuhan
dan dominan menghasilkan warna merah. Adapun hukum memakai pakaian warna
merah, terlarang jika pakaiannya adalah merah polos. Sedangkan pakaian merah
bercorak atau bergaris, maka tidaklah masalah mengenakannya. Sedangkan pakaian
warna kuning tidaklah masalah.
Dibolehkan bagi wanita
muslimah memakai pakaian berwarna terang yang tidak mencolok selama tidak
menimbulkan fitnah. Namun sepantasnya meninggalkan pakaian berwarna terang yang
menarik perhatian atau berwarna-warni yang menarik hati laki-laki. Karena
tujuan perintah berjilbab adalah untuk menutupi perhiasan. Adapun jilbab atau
pakaian yang dihiasi dengan renda, bros, aksesoris, warna-warni yang menarik
pandangan orang, maka ini tidak dibolehkan dalam Islam.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah para wanita
Mukminat itu menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa terlihat darinya.” (Qs an-Nur: 31)
Ummu Salamah radhiallahu anha berkata,
“Ketika turun firman Allah “Hendaklah
mereka (wanita-wanita beriman) mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”
(Qs al-Ahzab:59)
wanita-wanita Anshar keluar seolah-olah pada kepala
mereka terdapat burung-burung gagak karena
(warna hitam-red) kain-kain (mereka).” (HR. Abu Dawud)
Ummu
Salamah menyamakan kain khimar yang ada di atas kepala-kepala para wanita yang
dijadikan jilbab dengan burung-burung gagak dari sisi warna hitamnya.
Oleh karena itulah jika
keluar rumah, hendaklah wanita memakai pakaian yang berwarna gelap, tidak menyala
dan berwarna-warni agar tidak menarik pandangan orang. Namun tidak
harus memakai pakaian berwarna hitam, terutama jika berada di daerah
yang masyarakatnya memandang warna hitam itu menyeramkan.
Home » 1. Sumatera » Pakaian Adat » Pakaian Adat Sumatera Barat (Padang)
dari Minangkabau dan Penjelasannya
Pakaian Adat Sumatera Barat (Padang) dari Minangkabau dan Penjelasannya
Administrator
Add Comment
1. Sumatera, Pakaian Adat
Jumat, 29 Juli 2016
Pakaian Adat Sumatera Barat - Selain masakannya yang sangat familiar
baik di kancah nasional, maupun mancanegara, Sumatera Barat juga dikenal
memiliki kebudayaan yang sangat menarik. Kebudayaan yang terpupuk subur
sejak masa silam tersebut hingga kini bahkan tetap terjaga dengan baik.
Masyarakat suku Minangkabau dari provinsi yang beribukota di kota
Padang ini memang diketahui sangat kuat dalam mempertahankan adat dan
budayanya. Salah satu adat dan budaya tersebut misalnya dalam hal
berpakaian.
Pakaian Adat Sumatera Barat
Pakaian adat Sumatera Barat yang sangat dikenal di kancah nasional
sebetulnya sebuah pakaian yang sangat sederhana. Pakaian yang bernama
pakaian Bundo Kanduang atau Limapeh Rumah Nan Gadang ini memiliki
keunikan terutama pada bagian penutup kepalanya yang berbentuk
menyerupai tanduk kerbau atau atap rumah gadang.
Pakaian Adat Sumatera Barat
Bundo kanduang sendiri merupakan pakaian adat Minangkabau yang dikenakan
oleh para wanita yang telah menikah. Sementara untuk para pria maupun
untuk sepasang pengantin, dikenal pula beberapa jenis pakaian lainnya.
Berikut ini kami akan membahas tentang pakaian-pakaian adat Sumatera
Barat tersebut secara lengkap beserta nilai-nilai filosofinya. Silakan
disimak!
1. Pakaian Bundo Kanduang atau Limpapeh Rumah Nan Gadang
Yang pertama adalah Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang atau sering pula
disebut pakaian Bundo Kanduang. Pakaian ini merupakan lambang kebesaran
bagi para wanita yang telah menikah. Pakaian tersebut merupakan simbol
dari pentingnya peran seorang ibu dalam sebuah keluarga.
Limapeh sendiri artinya adalah tiang tengah dari bangunan rumah adat
Sumatera Barat. Peran limapeh dalam mengokohtegakan bangunan adalah
analogi dari peran ibu dalam sebuah keluarga. Jika limapeh rubuh, maka
rumah atau suatu bangunan juga akan rubuh, begitupun jika seorang ibu
atau wanita tidak pandai mengatur rumah tangga, maka keluarganya juga
tak akan bertahan lama.
Secara umum, pakaian adat Bundo Kanduang atau Limpapeh Rumah Nan Gadang
memiliki desain yang berbeda-beda dari setiap nagari atau sub suku. Akan
tetapi, beberapa kelengkapan khusus yang pasti ada dalam jenis-jenis
pakaian tersebut. Perlengkapan ini antara lain tingkuluak (tengkuluk),
baju batabue, minsie, lambak atau sarung, salempang, dukuah (kalung),
galang (gelang), dan beberapa aksesoris lainnya.
Tingkuluak (Tengkuluk)
Tengkuluk adalah sebuah penutup kepala yang bentuknya menyerupai kepala
kerbau atau atap rumah gadang. Penutup kepala yang terbuat dari kain
selendang ini dikenakan sehari-hari maupun saat dalam upacara adat.
Baju Batabue
Baju batabue atau baju bertabur adalah baju kurung (naju) yang dihiasi
dengan taburan pernik benang emas. Pernik-pernik sulaman benang emas
tersebut melambangkan tentang kekayaan alam daerah Sumatera Barat yang
sangat berlimpah. Corak dari sulaman inipun sangat beragam.
Pakaian Adat Sumatera Barat (Padang)
Baju batabue dapat kita temukan dalam 4 varian warna, yaitu warna merah,
hitam, biru, dan lembayung. Pada bagian tepi lengan dan leher terdapat
hiasan yang disebut minsie. Minsie adalah sulaman yang menyimbolkan
bahwa seorang wanita Minang harus taat pada batas-batas huku adat.
Lambak
Lambak atau sarung merupakan bawahan pelengkap pakaian adat Bundo
Kanduang. Sarung ini ada yang berupa songket dan ada pula yang berikat.
Sarung dikenakan menutupi bagian bawah tubuh wanita dengan cara diikat
pada pinggang. Belahannya bisa disusun di depan, samping, maupun
belakang tergantung adat Nagari mana yang memakainya.
Salempang
Salempang adalah selendang biasa yang terbuat dari kain songket.
Salempang di letakan di pundak wanita pemakainya. Salempang menyimbolkan
bahwa seorang wanita harus memiliki welas asih pada anak dan cucu,
serta harus waspada akan segala kondisi.
Perhiasan
Lazimnya pakaian adat wanita dari daerah lain, penggunaan pakaian adat
Sumatera Barat untuk wanita juga dilengkapi dengan beragam aksesoris.
Aksesoris tersebut misalnya dukuah (kalung), galang (gelang), dan
cincin. Dukuah ada beberapa motif, yaitu kalung perada, daraham, kaban,
manik pualam, cekik leher, dan dukuh panyiaram. Secara filosofis, dukuah
melambangkan bahwa seorang wanita harus selalu mengerjakan segala
sesuatu dalam azas lingkaran kebenaran. Sementara motif galang antara
lain galang bapahek, kunci maiek, galang rago-rago, galang ula, dan
galang basa. Pemakaian gelang memiliki filosofi bahwa seorang wanita
memiliki batasan-batasan tertentu dalam melakukan aktivitasnya.
Baca Juga : Pakaian Adat Aceh
2. Baju Tradisional Pria Minangkabau
Pakaian adat Sumatera Barat untuk para pria bernama pakaian penghulu.
Sesuai namanya, pakaian ini hanya digunakan oleh tetua adat atau orang
tertentu, dimana dalam cara pemakaiannya pun di atur sedemikian rupa
oleh hukum adat. Pakaian ini terdiri atas beberapa kelengkapan yang di
antaranya Deta, baju hitam, sarawa, sesamping, cawek, sandang, keris,
dan tungkek.
Deta
Deta atau destar adalah sebuah penutup kepala yang terbuat dari kain
hitam biasa yang dililitkan sedemikian rupa sehingga memiliki banyak
kerutan. Kerutan pada deta melambangkan bahwa sebagai seorang tetua,
saat akan memutuskan sesuatu hendaknya terlebih dahulu ia dapat
mengerutkan dahinya untuk mempertimbangkan segala baik dan buruk setiap
keputusannya itu. Adapun berdasarkan pemakainya, deta sendiri dibedakan
menjadi deta raja untuk para raja, deta gadang dan deta saluak batimbo
untuk penghulu, deta ameh, dan deta cilieng manurun.
Baju Adat Pria Minangkabau
Baju
Baju penghulu umumnya berwarna hitam. Baju ini dibuat dari kain beludru.
Warna hitamnya melambangkan tentang arti kepemimpinan. Segala puji dan
umpat haru dapat diredam seperti halnya warna hitam yang tak akan
berubah meski warna lain menodainya.
Sarawa
Sarawa adalah celana penghulu yang juga berwarna hitam. Celana ini
memiliki ukuran yang besar pada bagian betis dan paha. Ukuran tersebut
melambangkan bahwa seorang pemimpin adat harus berjiwa besar dalam
melaksanakan tugas dan mengambil keputusan.
Sasampiang
Sasampiang adalah selendang merah berhias benang makau warna warni yang
dikenakan di bahu pemakainya. Warna merah selendang melambangkan
keberanian, sementara hiasan benang makau melambangkan ilmu dan
kearifan.
Cawek
Cawek atau ikat pinggang berbahan kain sutra yang dikenakan untuk
menguatkan ikan celana sarawa yang longgar. Kain sutra pada cawek
melambangkan bahwa seorang penghulu harus cakap dan lembut dalam
memimpin serta sanggup mengikat jalinan persaudaraan antar masyarakat
yang dipimpinnya.
Sandang
Sandang adalah kain merah yang diikatkan dipinggang sebagai pelengkap
pakaian adat Sumatera Barat. Kain merah ini berbentuk segi empat,
melambangkan bahwa seorang penghulu harus tunduk pada hukum adat.
Keris dan Tongkat
Keris diselipkan di pinggang, sementara tungkek atau tongkat digunakan
untuk petunjuk jalan. Kedua kelengkapan ini adalah simbol bahwa
kepemimpinan merupakan amanah dan tanggung jawab besar.
Pakaian Pengantin Adat Sumatera Barat (Padang)
3. Pakaian Adat Pengantin Padang
Selain baju bundo kanduang dan baju penghulu, ada pula jenis pakaian
adat Sumatera Barat lainnya yang umum dikenakan oleh para pengantin
dalam upacara pernikahan. Pakaian pengantin ini lazimnya berwarna merah
dengan tutup kepala dan hiasan yang lebih banyak. Hingga kini, pakaian
tersebut masih kerap digunakan tapi tentunya dengan sedikit tambahan
modernisasi dengan gaya atau desain yang lebih unik.
Nah, demikianlah pembahasan mengenai pakaian adat Sumatera Barat dan
penjelasannya. Semoga pembahasan ini dapat menambah pengetahuan kita
tentang khasanah budaya suku Minangkabau di provinsi yang beribukota di
kota Padang ini. Semoga bisa menjadi bahan pembelajaran. Salam!
Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/07/pakaian-adat-sumatera-barat-padang-minangkabau.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.
Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/07/pakaian-adat-sumatera-barat-padang-minangkabau.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.
Home » 1. Sumatera » Pakaian Adat » Pakaian Adat Sumatera Barat (Padang)
dari Minangkabau dan Penjelasannya
Pakaian Adat Sumatera Barat (Padang) dari Minangkabau dan Penjelasannya
Administrator
Add Comment
1. Sumatera, Pakaian Adat
Jumat, 29 Juli 2016
Pakaian Adat Sumatera Barat - Selain masakannya yang sangat familiar
baik di kancah nasional, maupun mancanegara, Sumatera Barat juga dikenal
memiliki kebudayaan yang sangat menarik. Kebudayaan yang terpupuk subur
sejak masa silam tersebut hingga kini bahkan tetap terjaga dengan baik.
Masyarakat suku Minangkabau dari provinsi yang beribukota di kota
Padang ini memang diketahui sangat kuat dalam mempertahankan adat dan
budayanya. Salah satu adat dan budaya tersebut misalnya dalam hal
berpakaian.
Pakaian Adat Sumatera Barat
Pakaian adat Sumatera Barat yang sangat dikenal di kancah nasional
sebetulnya sebuah pakaian yang sangat sederhana. Pakaian yang bernama
pakaian Bundo Kanduang atau Limapeh Rumah Nan Gadang ini memiliki
keunikan terutama pada bagian penutup kepalanya yang berbentuk
menyerupai tanduk kerbau atau atap rumah gadang.
Pakaian Adat Sumatera Barat
Bundo kanduang sendiri merupakan pakaian adat Minangkabau yang dikenakan
oleh para wanita yang telah menikah. Sementara untuk para pria maupun
untuk sepasang pengantin, dikenal pula beberapa jenis pakaian lainnya.
Berikut ini kami akan membahas tentang pakaian-pakaian adat Sumatera
Barat tersebut secara lengkap beserta nilai-nilai filosofinya. Silakan
disimak!
1. Pakaian Bundo Kanduang atau Limpapeh Rumah Nan Gadang
Yang pertama adalah Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang atau sering pula
disebut pakaian Bundo Kanduang. Pakaian ini merupakan lambang kebesaran
bagi para wanita yang telah menikah. Pakaian tersebut merupakan simbol
dari pentingnya peran seorang ibu dalam sebuah keluarga.
Limapeh sendiri artinya adalah tiang tengah dari bangunan rumah adat
Sumatera Barat. Peran limapeh dalam mengokohtegakan bangunan adalah
analogi dari peran ibu dalam sebuah keluarga. Jika limapeh rubuh, maka
rumah atau suatu bangunan juga akan rubuh, begitupun jika seorang ibu
atau wanita tidak pandai mengatur rumah tangga, maka keluarganya juga
tak akan bertahan lama.
Secara umum, pakaian adat Bundo Kanduang atau Limpapeh Rumah Nan Gadang
memiliki desain yang berbeda-beda dari setiap nagari atau sub suku. Akan
tetapi, beberapa kelengkapan khusus yang pasti ada dalam jenis-jenis
pakaian tersebut. Perlengkapan ini antara lain tingkuluak (tengkuluk),
baju batabue, minsie, lambak atau sarung, salempang, dukuah (kalung),
galang (gelang), dan beberapa aksesoris lainnya.
Tingkuluak (Tengkuluk)
Tengkuluk adalah sebuah penutup kepala yang bentuknya menyerupai kepala
kerbau atau atap rumah gadang. Penutup kepala yang terbuat dari kain
selendang ini dikenakan sehari-hari maupun saat dalam upacara adat.
Baju Batabue
Baju batabue atau baju bertabur adalah baju kurung (naju) yang dihiasi
dengan taburan pernik benang emas. Pernik-pernik sulaman benang emas
tersebut melambangkan tentang kekayaan alam daerah Sumatera Barat yang
sangat berlimpah. Corak dari sulaman inipun sangat beragam.
Pakaian Adat Sumatera Barat (Padang)
Baju batabue dapat kita temukan dalam 4 varian warna, yaitu warna merah,
hitam, biru, dan lembayung. Pada bagian tepi lengan dan leher terdapat
hiasan yang disebut minsie. Minsie adalah sulaman yang menyimbolkan
bahwa seorang wanita Minang harus taat pada batas-batas huku adat.
Lambak
Lambak atau sarung merupakan bawahan pelengkap pakaian adat Bundo
Kanduang. Sarung ini ada yang berupa songket dan ada pula yang berikat.
Sarung dikenakan menutupi bagian bawah tubuh wanita dengan cara diikat
pada pinggang. Belahannya bisa disusun di depan, samping, maupun
belakang tergantung adat Nagari mana yang memakainya.
Salempang
Salempang adalah selendang biasa yang terbuat dari kain songket.
Salempang di letakan di pundak wanita pemakainya. Salempang menyimbolkan
bahwa seorang wanita harus memiliki welas asih pada anak dan cucu,
serta harus waspada akan segala kondisi.
Perhiasan
Lazimnya pakaian adat wanita dari daerah lain, penggunaan pakaian adat
Sumatera Barat untuk wanita juga dilengkapi dengan beragam aksesoris.
Aksesoris tersebut misalnya dukuah (kalung), galang (gelang), dan
cincin. Dukuah ada beberapa motif, yaitu kalung perada, daraham, kaban,
manik pualam, cekik leher, dan dukuh panyiaram. Secara filosofis, dukuah
melambangkan bahwa seorang wanita harus selalu mengerjakan segala
sesuatu dalam azas lingkaran kebenaran. Sementara motif galang antara
lain galang bapahek, kunci maiek, galang rago-rago, galang ula, dan
galang basa. Pemakaian gelang memiliki filosofi bahwa seorang wanita
memiliki batasan-batasan tertentu dalam melakukan aktivitasnya.
Baca Juga : Pakaian Adat Aceh
2. Baju Tradisional Pria Minangkabau
Pakaian adat Sumatera Barat untuk para pria bernama pakaian penghulu.
Sesuai namanya, pakaian ini hanya digunakan oleh tetua adat atau orang
tertentu, dimana dalam cara pemakaiannya pun di atur sedemikian rupa
oleh hukum adat. Pakaian ini terdiri atas beberapa kelengkapan yang di
antaranya Deta, baju hitam, sarawa, sesamping, cawek, sandang, keris,
dan tungkek.
Deta
Deta atau destar adalah sebuah penutup kepala yang terbuat dari kain
hitam biasa yang dililitkan sedemikian rupa sehingga memiliki banyak
kerutan. Kerutan pada deta melambangkan bahwa sebagai seorang tetua,
saat akan memutuskan sesuatu hendaknya terlebih dahulu ia dapat
mengerutkan dahinya untuk mempertimbangkan segala baik dan buruk setiap
keputusannya itu. Adapun berdasarkan pemakainya, deta sendiri dibedakan
menjadi deta raja untuk para raja, deta gadang dan deta saluak batimbo
untuk penghulu, deta ameh, dan deta cilieng manurun.
Baju Adat Pria Minangkabau
Baju
Baju penghulu umumnya berwarna hitam. Baju ini dibuat dari kain beludru.
Warna hitamnya melambangkan tentang arti kepemimpinan. Segala puji dan
umpat haru dapat diredam seperti halnya warna hitam yang tak akan
berubah meski warna lain menodainya.
Sarawa
Sarawa adalah celana penghulu yang juga berwarna hitam. Celana ini
memiliki ukuran yang besar pada bagian betis dan paha. Ukuran tersebut
melambangkan bahwa seorang pemimpin adat harus berjiwa besar dalam
melaksanakan tugas dan mengambil keputusan.
Sasampiang
Sasampiang adalah selendang merah berhias benang makau warna warni yang
dikenakan di bahu pemakainya. Warna merah selendang melambangkan
keberanian, sementara hiasan benang makau melambangkan ilmu dan
kearifan.
Cawek
Cawek atau ikat pinggang berbahan kain sutra yang dikenakan untuk
menguatkan ikan celana sarawa yang longgar. Kain sutra pada cawek
melambangkan bahwa seorang penghulu harus cakap dan lembut dalam
memimpin serta sanggup mengikat jalinan persaudaraan antar masyarakat
yang dipimpinnya.
Sandang
Sandang adalah kain merah yang diikatkan dipinggang sebagai pelengkap
pakaian adat Sumatera Barat. Kain merah ini berbentuk segi empat,
melambangkan bahwa seorang penghulu harus tunduk pada hukum adat.
Keris dan Tongkat
Keris diselipkan di pinggang, sementara tungkek atau tongkat digunakan
untuk petunjuk jalan. Kedua kelengkapan ini adalah simbol bahwa
kepemimpinan merupakan amanah dan tanggung jawab besar.
Pakaian Pengantin Adat Sumatera Barat (Padang)
3. Pakaian Adat Pengantin Padang
Selain baju bundo kanduang dan baju penghulu, ada pula jenis pakaian
adat Sumatera Barat lainnya yang umum dikenakan oleh para pengantin
dalam upacara pernikahan. Pakaian pengantin ini lazimnya berwarna merah
dengan tutup kepala dan hiasan yang lebih banyak. Hingga kini, pakaian
tersebut masih kerap digunakan tapi tentunya dengan sedikit tambahan
modernisasi dengan gaya atau desain yang lebih unik.
Nah, demikianlah pembahasan mengenai pakaian adat Sumatera Barat dan
penjelasannya. Semoga pembahasan ini dapat menambah pengetahuan kita
tentang khasanah budaya suku Minangkabau di provinsi yang beribukota di
kota Padang ini. Semoga bisa menjadi bahan pembelajaran. Salam!
Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/07/pakaian-adat-sumatera-barat-padang-minangkabau.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.vcvcvvc
Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/07/pakaian-adat-sumatera-barat-padang-minangkabau.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.vcvcvvc
Home » 1. Sumatera » Pakaian Adat » Pakaian Adat Sumatera Barat (Padang)
dari Minangkabau dan Penjelasannya
Pakaian Adat Sumatera Barat (Padang) dari Minangkabau dan Penjelasannya
Administrator
Add Comment
1. Sumatera, Pakaian Adat
Jumat, 29 Juli 2016
Pakaian Adat Sumatera Barat - Selain masakannya yang sangat familiar
baik di kancah nasional, maupun mancanegara, Sumatera Barat juga dikenal
memiliki kebudayaan yang sangat menarik. Kebudayaan yang terpupuk subur
sejak masa silam tersebut hingga kini bahkan tetap terjaga dengan baik.
Masyarakat suku Minangkabau dari provinsi yang beribukota di kota
Padang ini memang diketahui sangat kuat dalam mempertahankan adat dan
budayanya. Salah satu adat dan budaya tersebut misalnya dalam hal
berpakaian.
Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/07/pakaian-adat-sumatera-barat-padang-minangkabau.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.
Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/07/pakaian-adat-sumatera-barat-padang-minangkabau.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.
Home » 1. Sumatera » Pakaian Adat » Pakaian Adat Sumatera Barat (Padang) dari Minangkabau dan Penjelasannya
Pakaian Adat Sumatera Barat (Padang) dari Minangkabau dan Penjelasannya
Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/07/pakaian-adat-sumatera-barat-padang-minangkabau.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.
Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/07/pakaian-adat-sumatera-barat-padang-minangkabau.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.
Home » 1. Sumatera » Pakaian Adat » Pakaian Adat Sumatera Barat (Padang) dari Minangkabau dan Penjelasannya
Pakaian Adat Sumatera Barat (Padang) dari Minangkabau dan Penjelasannya
Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/07/pakaian-adat-sumatera-barat-padang-minangkabau.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.
Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/07/pakaian-adat-sumatera-barat-padang-minangkabau.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.
Komentar
Posting Komentar